Langsung ke konten utama

Sifat lembut dan Menahan Amarah

Sifat lembut dan Menahan Amarah


 

Kelemahlembutan adalah akhlak mulia. Ia berada diantara dua akhlak yang rendah dan jelek, yaitu kemarahan dan kebodohan. Bila seorang hamba menghadapi masalah hidupnya dega kemarahan dan emosional, akan tertutuplah akal dan pikirannya yang akhirnya menimbulkan perkara-perkara yang tidak diridhoi Allah ta’ala dan rasul-Nya. Dan jika hamba tersebut menyelesaikan masalahnya dengan kebodohan dirinya, niscaya ia akan dihinakan manusia. Namun jika dihadapi dengan ilmu dan kelemahlembutan, ia akan mulia di sisi Allah ta’ala dan makhluk-makhluknya.

Orang yang memiliki akhlak lemah lembut, insya Allah akan dapat menyelesaikan problema hidupnya tanpa harus merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

Melatih diri untuk dapat memiliki akhlak mulia ini dapat dimulai dengan menahan diri ketika marah dan mempertimbangkan baik buruknya suatu perkara sebelum bertindak. Karena setiap manusia tidk pernah terpisahkan dari problema hidup, jika ia tidak membekali dirinya dengan akhlak ini, niscaya ia gagal untuk menyelesaikan problemanya.

Demikian agungnya akhlak ini sehingga rasullah memuji sahabatnya Asyaj Abdul Qais dengan sabdanya :
“Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yakni sifat lemah lembut (sabar) dan ketenangan (tidak tergesa-gesa)”. (HR. Muslim)

Akhlak mulia ini terjadang diabaikan oleh manusia ketika amarah telah menguasai diri mereka, sehingga tindakannya pun berdampak negatif bagi dirinya ataupun orang lain.
Padahal rasulullah sudah mengingatkan dari sifat marah yang tidak pada tempatnya, sebagaimana beliau bersabda kepada seorang sahabat yang meminta nasehat :
“ Janganlah kamu marah.” Dan beliau mengulanginya berkali-kali dengan bersabda : “Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari). dari hadits ini diambil faedah bahwa marah adalah pintu kejelekan, yang penuh dengan kesalahan dan kejahatan, sehingga rasulullah mewasiatkan kepada sahabatnya itu agar tidak marah. Tidak berarti manusia dilarang marah secara mutlak. Namun marah yang dilarang adalah marah yang disebabkan oleh hawa nafsu yang memancing pelakunya bersikap melampaui batas dalam berbicara, mencela, mencerca, dan menyakiti saudaranya dengan kata-kata yang tidak terpuji, yang mana sikap ini menjauhkannya dati kelemahlembutan.

Didalam hadits yang shahih Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda : “ Bukanlah dikatakan seorang yang kuat itu dengan bergulat, akan tetapi orang yang kuat dalam menahan dirinya dari marah”. (Muttafaqqun’alahi).

Ulama telah menjelaskan berbagai cara menyembuhkan penyakit marah yang tercelah yang ada pada seorang hamba, yaitu :

1. Berdoa kepada Allah, yang membimbing dan menunjuki hamba-hambaNya ke jalan yang lurus dan menghilangkan sifat-sifat jelek dan hina dari diri manusia. Allah ta’alah berfirman : “ Berdoalah kalian kepadaku niscaya akan aku kabulkan.” (Ghafir: 60)

2. Terus-menerus berdzikir pada Allah seperti membaca Al-Quran, bertasbih, bertahlil, dan istigfar, karena Allah telah menjelaskan bahwa hati manusia akan tenang dan tenteram dengan mengingat Allah. Allah berfirman : “Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” ( Ar-Ra’d : 28)

3. Mengingat nash-nash yang menganjurkan untuk menahan marah dan balasan bagi orang-orang yang mampu manahan amarahnya sebagaimana sabda nabi shalallahu ‘alaihi wasallam : “ Barangsiapa yang menahan amarahnya sedangkan ia sanggup untuk melampiaskannya, (kelak di hari kiamat) Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluq-Nya hingga menyuruhnya memilih salah satu dari bidadari surga, dan menikahkannya dengan hamba tersebut sesuai dengan kemaunnya “ (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat shahihul jami’ No. 6398).

4. Merubah posisi ketika marah, seperti jika ia marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah ia duduk, dan jikalau ia sedang duduk maka hendaklah ia berbaring, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :
“ Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan ia dalam posisi berdiri, maka hendaklah ia duduk. Kalau telah reda/hilang marahnya (maka cukup dengan duduk saja), dan jika belum hendaklah ia berbaring.” (Al-Misykat 5114).

5. Berlindung dari setan dan menghindar dari sebab-sebab yang akan membangkitkan kemarahannya.
Demikianlah jalan keluar untuk selamat dari marah yang tercela. Dan betapa indahnya perilaku seorang muslim jika dihiasi dengan kelemahlembutan dan kasih sayang, karena tidaklah kelemahlembutan berada pada suatu perkara melainkan akan membuatnya indah. Sebaliknya bila kebengisan dan kemarahan ada pada suatu urusan niscaya akan menjelekkannya. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda : “ Tidaklah kelemahlembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan membuatnya indah, dan tidaklah kelembutan itu dicabut kecuali akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim).

Sedikit renungan, semoga bermanfaat..

Postingan populer dari blog ini

Haji Mabrur

  Tiada imbalan bagi orang yang berhaji dengan mabrur selain surga, begitulah hadits Nabi Muhammad SAW yang sangat populer. Mabrur itu artinya baik. Kebalikan dari haji mabrur ialah haji mardud. Mardud artinya tertolak. Sebagaimana kaidah ibadah umum lainnya, baik di sini maksudnya diniati, dilaksanakan dan ditindaklanjuti sesuai dengan fitrah manusia: adil dan atau tidak dzalim, ihsan dan atau nasihah, simahah dan atau zakah. Tiga prinsip yang diperintahkan Allah ini hampir selalu dibacakan setiap akhir khotbah Jum’at. Di sisi lain, di dunia pesantren dikenal luas kaidah bahwa setiap ibadah tak terkecuali haji selalu membutuhkan ilmu dan amal sebelum, ketika dan sesudahnya.   Mengenai adil dan atau tidak dzalim, secara global diartikan dengan tidak merugikan/menjahati/merampas hak-hak orang lain. Hasil korupsi yang dipakai untuk biaya haji misalnya, tak mungkin menghasilkan haji mabrur. Menyakiti dengan kata-kata dan atau tindakan ketika melaksanakan ibadah haji umpamanya, menandai ba

Jangan Nasehati Orang Bodoh

  Menarik seperti apa yang dikatakan Khalifah Ali bi Abi Thalib :     “Janganlah menasehati orang yang bodoh karena  dia akan membencimu. Nasehatilah orang yang berakal karena dia akan mencintaimu” Kata kata bijak yang disampaikan oleh Khalifah Ali ini perlu kita pahami agar tahu sebutan bodoh orang itu seperti apa. Bodoh dalam hal ini lekat dengan pengertian jahilun, bukan dalam artian kemampuan akademis seseorang yang minim sehingga disebut bodoh. Makna bodoh atau jahilun Jahilun atau bodoh lebih mengacu kepada orang yang selalu benar sendiri dan tidak mau menerima kebenaran yang ada dalam Al Quran maupun Assunah. Karenanya kala menasehati orang yang paling benar bukan simpati yang didapat melah sebaliknya dia akan tersinggung dan malah menyerang. Banyaknya orang bodoh saat ini adalah penyebab kisruh dan pertikaian umat manusia saat ini, menganggap dunia itu kekal selalu tidak puas dengan apa yang didapatnya hingga yang paling parah hilangnya keimanan mereka. Kebodohannya lebih cende

Riwayat dari KH Badrus Salam

  Lahir di Desa Tempursari, Kecamatan Klaten, Solo Jateng, pada Tahun 1906. Wafat Sabtu, 9 Muharram 1394 H (2 Februari 1974). Dimakamkan di Pemakaman Umum Kasin, Malang. Pendidikan Ponpes Jamsaren, Solo. Putra/Putri 7 Orang Perjuangan/Pengabdian : Guru Madrasah Muallimin, Jagalan, Mengajar di beberapa masjid, termasuk di Masjid Agung Jami’ Malang, menjadi Imam Rowatib, dan Pengurus Takmir Masjid Agung Jami’ Malang, menjadi Syuriyah NU Cabang Malang. Kiai yang Menjadi Khodimul Ummah “Dan tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, melainkan hanya untuk mengabdikan diri kepada-Ku.” Salah satu ayat dalam Al Qur’an surat Addariyat ayat 56 itulah yang menjadi pedoman dasar KH. Badrus Salam. Karenanya, tidaklah heran jika kemudian segala aktivitas hidup beliau lebih banyak dicurahkan untuk mengabdi kepada Allah SWT, dan menjadi khodimul ummah (melayani kepentingan umat). Prinsipnya, segala aktivitas hidup itu harus diniati untuk beribadah, tanpa pamrih atau mengharapkan sesuatu dar