Langsung ke konten utama

Potensi Hawa Nafsu dibalik Ibadah Sunah

 

islam


Setan dapat akan selalu mencoba untuk menggoda dan membuat manusia tergelincir ke dalam kubangan dosa. Cara-cara setan bisa berupa cara yang jelas atau bisa juga dengan cara yang lebut nan halus. Salah satu cara yang halus adalah lewat hawa nafsu dalam beribadah.

Ibnu Athailah dalam kitabnya Al hikam menyatakan bahwa terlalu mengutamakan ibadah Sunnah adalah bentuk hawa nafsu

"Salah satu tanda seseorang menghamba hawa nafsu adalah kesegeraan dalam memenuhi panggilan kebaikan tambahan dan kelambatan dalam memenuhi panggilan kewajiban."

Karena itu berhati hatilah karena itu mengapa gerak hati atau niat seseorang sangatlah penting dalam ibadah. Saat ini ibadah sunah atau tambahan menjadi hal yang sangat menarik untuk diutamakan ketimbang ibadah wajib. Pemicunya adalah ibadah sunah menawarkan ganjaran besar seperti puasa muharam dapat menghapuskan dosa setahun atau terkait langsung dengan kebutuhan nafsu seseorang misalnya dengan shalat dhuha dapat melancarkan rezeki misalnya.

Banyak lagi contohnya seperti kewajiban haji hanyalah sekali seumur hidup namun kebanggan diri untuk berkali kali haji dan umrah kalau ditelusuri lebih jauh banyak gerak riya daripada niat karena Allah.

Begitu juga orang yang gemar melakukan ziarah ke makam makam wali atau aulia, bila tidak hati hati akan lebih banyak meminta berkah saja daripada untuk mengetahui kewajiban atas dengan menguatkan fondasi keimanan terlebih dahulu dengan niat hanya karena Allah. Niat berziarah juga dapat dilakukan untuk  niat mendekatkan diri kepada para aulia untuk dapat bertawasul kepada mereka.

Dalam salah satu Haditsnya, Rasulullah Saw juga pernah bersabda, ” Gunakan washilah dengan Aku dan para ahli Bait-ku pada Allah SWT. Karena sesungguhnya tidak ditolak orang yang bertawassul pada kami. (HR. Ibnu Majah).

Niat yang lainnya juga  bukan pula kepada makamnya adalah belajar atau meneladani orang orang baik tersebut untuk dipraktekkan dalam kehidupan nyata.

Sebenarnya itu sah sah saja terkait ibadah yang wajib sudah tuntas dilaksanakan dan ibadah sunah menjadi penyempurna bagi ibada wajib. Dalam kaitan ini membaca gerak hati adalah penting seberapa niat kita dalam melaksanakan ibadah sunah tersebut.

Ada hal menarik dalam hubungan sunah dan wajib dalam hubungan muamalah. Saat seseorang bertobat tidak serta merta istuighfar ratusan kali dan melakukan hal sunah lainnya agar Allah mengampuninya. Satu kewajiban harus dipenuhi agar seseorang diampuni yakni berhubungan langsung dengan obyek dimana dosa dilakukan.

Seperti orang yang berhutang, maka bersegeralah untuk melunasi dan itulah kewajibannya. Kala kita berbuat salah atau merugikan seseorang maka bersegeralah meminta maaf dan bila kita mengambil hak orang lain atau merampasnya maka sebaiknya adalah menyerahkan dulu. Dengan gambaran demikian menyegerakan yang wajib adalah hal yang mutlak untuk dapat diampuni baru lakukan ibadah tambahan.


Bacaan lainnya: Menasehati orang bodoh? Jangan lakukan.

Postingan populer dari blog ini

Haji Mabrur

  Tiada imbalan bagi orang yang berhaji dengan mabrur selain surga, begitulah hadits Nabi Muhammad SAW yang sangat populer. Mabrur itu artinya baik. Kebalikan dari haji mabrur ialah haji mardud. Mardud artinya tertolak. Sebagaimana kaidah ibadah umum lainnya, baik di sini maksudnya diniati, dilaksanakan dan ditindaklanjuti sesuai dengan fitrah manusia: adil dan atau tidak dzalim, ihsan dan atau nasihah, simahah dan atau zakah. Tiga prinsip yang diperintahkan Allah ini hampir selalu dibacakan setiap akhir khotbah Jum’at. Di sisi lain, di dunia pesantren dikenal luas kaidah bahwa setiap ibadah tak terkecuali haji selalu membutuhkan ilmu dan amal sebelum, ketika dan sesudahnya.   Mengenai adil dan atau tidak dzalim, secara global diartikan dengan tidak merugikan/menjahati/merampas hak-hak orang lain. Hasil korupsi yang dipakai untuk biaya haji misalnya, tak mungkin menghasilkan haji mabrur. Menyakiti dengan kata-kata dan atau tindakan ketika melaksanakan ibadah haji umpamanya, me...

Biografi KH Muhammad Khozin

  Mbah Khozin, KH. Muhammad Khozin, adalah seorang kyai sepuh yang sangat zuhud dan tetap istiqamah mengajarkan al Hikam di sebuah mushola kecil bercat putih yang berlokasi di kompleks Pesantren Mahir ar-Riyadh, kampung Ringin Agung, Kencong-Kediri, Jawa Timur. Meski umur beliau lebih dari 80 tahun, kyai itu sehat, jelas bicaranya, dan pendengarannya masih bisa menangkap suara dengan baik. Beliau melakukan aktivitas sehari-harinya di mushola, antara lain sembahyang, tidur, ngaji, wiridan, bersholawat 25.000 kali setiap hari, hingga bersantai hingga terima tamu. Rumah beliau yang persis ada di samping mushola, hanya digunakan untuk ganti baju, makan, bertemu istrinya dan 4 anaknya. Ketika mushola sepi, Mbah Khozin hanya ditemani kitab-kitab, alat tulis, dan kertas untuk catatan yang menumpuk rapi di atas meja. Mbah khozin tidur beralaskan sajadah, jika sedang tidak tidur, sajadah dilipat, ditaruh di pengimaman. Di pengimaman itu pula ada sampiran tempat Mbah Khozin me...

Biografi dari KH Zaini Mun'im

Membaca kisah para ulama sedikit banyak dapat menambah keyakinan kita. Hikmah yang dapat diambil dari para ulama semoga bisa membawa barokah. Artikel berikut ini tentang biografi KH Zaini Mun'im , seorang ulama besar dari Madura. KH. ZAINI MUN’IM dilahirkan pada tahun 1906 di Desa Galis Pamekasan Madura. Beliau putera pertama dari dua bersaudara dari pasangan KH. Abdul Mun’im dan Ny. Hj. Hamidah. Beliau (KH. ZAINI MUN’IM) nama kecilnya adalah Abdul Mughni. Pada tubuh beliau mengalir darah Ulama dan Bangsawan. Ayah beliau KH. Abdul Mun’im adalah putera Kiai Mudarik bin Kiai Ismail. Kiai Ismail adalah generasi kedua penerus Pondok Pesantren Kembang Kuning Pamekasan Madura. Beliau keponakan Kiai Mahalli Pendiri Pondok Pesantren Kembang Kuning. Kakek Kiai Ismail adalah Kiai Nuruddin Gunung Tinggi Pakong, beliau (dari jalur Kiai Batu Ampar Wetan) adalah keturunan Bendoro Saud alias Temenggung Tirtonegoro, Adipati Sumenep yang juga keturunan Pangeran Ketandur atau cucu dari Su...