Seorang Ibu Ialah Sekolah Pertama Untuk Anaknya
Prolog:
Madinah di gelap malam, Umar bin Khattab dan sahabat-nya Aslam melakukan inspeksi melihat-lihat keadaan rakyatnya, Tiba-tiba oleh karena rasa lelahnya, ia bersandar ke salah satu dinding rumah, dalam penatnya sayup-sayup didengarnya percakapan seorang ibu penjual susu dengan anak perempuannya: "wahai anakku, ambillah susu itu dan campurlah dengan air biasa." putrinya menjawab: "wahai ibu, apakah ibu tak tahu keputusan yang diambil amirul mukminin pada hari ini? "memang apa keputusan yang diambilnya wahai putriku? tanya sang ibu. "Dia memerintahkan seseorang mengumumkan tak boleh mencampur susu dengan air" jawab putrinya. "Wahai putriku, ambil saja susu itu dan campurkan dengan air. Saat ini kamu berada di suatu tempat yang tak dapat dilihat oleh Umar" Putrinya menyahut: "Aku sama sekali tak mungkin mentaatinya saat ramai dan mendurhakainya saat sepi." Umar kemudian menyuruh Aslam menyelidiki siapakah kedua ibu dan putri tersebut dan apakah sudah menikah, kemudian Aslam melapor yang menyuruh mencampur susu dengan air adalah ibu dan yang menolak adalah putrinya yang masih gadis. Lalu Umar memanggil semua anak lelakinya dan menawarkan pada mereka apakah membutuhkan seorang istri untuk dinikahkan, akhirnya gadis tersebut menikah dengan anaknya yang bernama 'Ashim. Dari gadis tersebut lahirlah seorang putri dan dari putri tersebut lahirlah Umar Bin Abdul Aziz, seorang khalifah yang terkenal keadilan dan kebesarannya.
Analisa:
Sesungguhnya ada pelajaran berharga dari kisah tersebut, mengapa Umar bin Khatab sangat bersemangat menawarkan anaknya untuk menikahi gadis anak penjual susu tersebut. Dalam penciptaan manusia, ada garis keturunan dari laki-laki dan garis keturunan dari perempuan. Garis laki-laki membutuhkan karya-karya besar dalam lingkup yang lebih keras dan keteguhan hati serta ketegaran mental. Sedangkan garis keperempuanan akan mewarnai keturunannya melalui fungsi ibu sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Garis keperempuanan dan kelelakian yang baik, Insya Allah akan menjamin lahirnya keturunan yang baik pula.
Seorang ayah umumnya berfungsi sebagai dasar hukum bagi putra-putrinya, sebagaimana tampak dalam firman Allah SWT:
"(Lukman berkata) : Wahai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan ceagahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (QS. Luqman: 17).
Demikian juga dalam firman Allah SWT:
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataaan yang benar." (QS. An-Nisa : 9).
Adapun yang dimaksud anak yang lemah dalam ayat tersebut adalah anak yang tidak shaleh dan istiqamah.
Keturunan Umar Bin Khattab terkenal dengan garis keshalehannya dan ia memandang bahwa kejujuran seorang gadis anak penjual susu akan mewarnai dan melengkapi terciptanya keturunan yang mulia, yang terbukti dengan kelahiran Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Pada saat mengkhawatirkan kehidupan Umar Bin Abdul Aziz di masa mudanya yang suka bersenang-senang dalam kemewahan, maka ibunya pula yang berperan mengirimkannya pada pamannya di Madinah sehingga beliau dapat memperoleh pergaulan yang merubah pola pandang dan sikapnya menjadi seorang yang zuhud dan wara.' Seorang ibu berfungsi sebagai landasan moral bagi hukum (yang diterapkan ayah) itu sendiri. Dari contoh gadis anak penjual susu tersebut, disamping pentingnya faktor kejujuran (hati), tak boleh diabaikan juga adalah kecerdasan gadis tersebut, karena hanya orang yang cerdas yang mampu menggunakan akalnya untukmembedakan mana yang baik dan buruk serta mengikuti perintah akal dan hatinya tersebut.
Seorang anak adalah perpaduan kedua orang tuanya. Berdasarkan hasil penelitian modern, ternyata faktor genetik (keturunan) seorang Ibu sangat berpengaruh terhadap kecerdasan anak. Sebagaimana diketahui ayah adalah pembawa gen Y sedangkan ibu pembawa gen X. Menurut ahli genetika dari UMC Nijmegen Netherlands, Dr Ben Hamel: “Pengaruh itu sedemikian besar karena tingkat kecerdasan seseorang terkait dengan kromosom X yang berasal dari ibu”. Karena itu, ibu yang cerdas berpotensi besar melahirkan anak yang cerdas pula. “Dengan demikian, lebih baik memiliki ibu yang cerdas daripada ayah yang cerdas,” ujar Hamel. Awal peran Ibu dalam menentukan kecerdasan, yaitu melalui mitokondria. Yang menarik, mitokondria ini hanya diwariskan oleh ibu, tidak oleh ayah. Sebab, mitokondria berasal dari sel telur bukan dari sel sperma. Mitokondria bersifat semiotonom karena 40 persen kebutuhan protein dan enzimnya dihasilkan sendiri oleh gennya. Mitokondria adalah salah-satu bagian sel yang punya DNA sendiri, selebihnya dihasilkan gen di inti sel. Itulah sebabnya investasi seorang ibu dalam diri anak mencapai 75 persen.
Mengenai hal ini tampak pula dari kata-kata Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib:
"Hati-hatilah kalian mengawini orang- orang yang bodoh, karena sesungguhnya bergaul dengan mereka adalah bencana dan anak mereka adalah sia-sia".
Rasulullah Saw berkata kepada Ali :
"Wahai Ali, tiada kefakiran yang lebih hebat dari pada kebodohan dan tiada harta yang lebih berharga dari pada kepandaian"
Epilog:
Anak yang berakhlakul karimah terbentuk melalui bibit keturunan dan pendidikan yang baik. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
“Tiada seorang anak pun yang lahir, kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu baragama yahudi, nasrani, atau majusi. “ (HR. Bukhari – Muslim).
Oleh karena itu wajarlah jika Islam menempatkan perempuan dalam kedudukan yang sangat mulia, karena selain memiliki faktor yang sangat besar dalam pembentukan garis keturunan juga sangat menentukan dalam faktor pendidikan sebagai madrasah yang pertama dan utama bagi anak. Layaklah dikatakan bahwa "surga berada dibawah kaki ibu" dan "ibu adalah tiang negara." Sebab itu sungguh adalah suatu dosa dan durhaka orang tua terhadap anak jika memilih pasangan yang tidak baik, hanya (mungkin) dengan alasan duniawi (harta, kedudukan dan kecantikan) dan mengabaikan agamanya.
Karena Rasulullah SAW bersabda :
“Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya karena jika tidak binasalah kamu (HR.Bukhari-Muslim)
Oleh karena itu ukhti fillah, marilah sibuk memperbaiki diri agar menjadi perempuan-perempuan yang merupakan perhiasan dunia dan bersemangatlah menuntut ilmu, karena peran perempuan sangat besar dalam pembentukkan generasi penerus yang berakhlakul karimah.
Wallahu'alam bissawab.
Semoga Para Pembaca bisa menjadi Ibu Sholehah dan bagi yang Ikhwan Mendapat Isteri Sholehah
.
Aamiin