Langsung ke konten utama

Tingkatan Puasa Menurut Imam Ghazali

 Tingkatan Puasa Menurut Imam Ghazali

tiga

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menjelaskan tingkatan dalam berpuasa. puasa orang awam,  puasa ‎orang khusus, dan puasa orang khususnya  khusus. Ketiganya memiliki perbedaan masing-masing.


1. Puasa orang awam (umum)

Puasa orang awam ialah menahan makan dan minum serta menjaga  syahwat. Tingkatan puasa ini menurut Al-Ghazali adalah tingkatan puasa yang paling rendah. Karena dalam puasa ini hanyalah menahan dari makan, minum, dan hubungan suami istri. Kalau puasanya hanya karena menahan makan dan minum serta tidak melakukan hubungan suami isteri di siang hari, maka kata Rasulullah Saw puasa orang ini termasuk puasa yang merugi yaitu berpuasa tapi tidak mendapatkan pahala melainkan sedikit. Hal ini lah yang diwanti-wanti oleh Rasulullah Saw dengan sabdanya: “banyak orang berpuasa tapi tidak mendapatka pahala berpuasa, yang ia dapatkan hanya lapar dan haus.”

2.Puasanya orang khusus

Puasa orang khusus adalah selain menahan makan dan minum serta syahwat juga menahan gerak panca indra dan anggota badan seperti pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki dari segala macam bentuk dosa,” tulis Imam Ghazali.

3.Puasa orang khususnya khusus

puasa orang khususnya khusus adalah ‎puasanya tingkatan hati. Hatinya selalu terjaga dari kepentingan jangka pendek dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan segala hal yang dapat memalingkan dirinya pada selain Allah SWT.

Puasa khusus yang lebih khusus lagi yaitu, di samping hal di atas adalah puasa hati dari segala keinginan hina dan segala pikiran duniawi, serta mencegah memikirkan apa-apa selain Allah Swt (shaum al-Qalbi ‘an al-Himam ad-Duniyati wa al-Ifkaar al-Dannyuwiyati wakaffahu ‘ammaa siwa Allaah bi al-Kulliyati). Menurut Al-Ghazali, tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasanya para nabi , Shiddiqqiin, dan Muqarrabin.

 

Artikel lainnya: Shalat Dhuha dan Manfaatnya

Postingan populer dari blog ini

Haji Mabrur

  Tiada imbalan bagi orang yang berhaji dengan mabrur selain surga, begitulah hadits Nabi Muhammad SAW yang sangat populer. Mabrur itu artinya baik. Kebalikan dari haji mabrur ialah haji mardud. Mardud artinya tertolak. Sebagaimana kaidah ibadah umum lainnya, baik di sini maksudnya diniati, dilaksanakan dan ditindaklanjuti sesuai dengan fitrah manusia: adil dan atau tidak dzalim, ihsan dan atau nasihah, simahah dan atau zakah. Tiga prinsip yang diperintahkan Allah ini hampir selalu dibacakan setiap akhir khotbah Jum’at. Di sisi lain, di dunia pesantren dikenal luas kaidah bahwa setiap ibadah tak terkecuali haji selalu membutuhkan ilmu dan amal sebelum, ketika dan sesudahnya.   Mengenai adil dan atau tidak dzalim, secara global diartikan dengan tidak merugikan/menjahati/merampas hak-hak orang lain. Hasil korupsi yang dipakai untuk biaya haji misalnya, tak mungkin menghasilkan haji mabrur. Menyakiti dengan kata-kata dan atau tindakan ketika melaksanakan ibadah haji umpamanya, me...

Biografi KH Muhammad Khozin

  Mbah Khozin, KH. Muhammad Khozin, adalah seorang kyai sepuh yang sangat zuhud dan tetap istiqamah mengajarkan al Hikam di sebuah mushola kecil bercat putih yang berlokasi di kompleks Pesantren Mahir ar-Riyadh, kampung Ringin Agung, Kencong-Kediri, Jawa Timur. Meski umur beliau lebih dari 80 tahun, kyai itu sehat, jelas bicaranya, dan pendengarannya masih bisa menangkap suara dengan baik. Beliau melakukan aktivitas sehari-harinya di mushola, antara lain sembahyang, tidur, ngaji, wiridan, bersholawat 25.000 kali setiap hari, hingga bersantai hingga terima tamu. Rumah beliau yang persis ada di samping mushola, hanya digunakan untuk ganti baju, makan, bertemu istrinya dan 4 anaknya. Ketika mushola sepi, Mbah Khozin hanya ditemani kitab-kitab, alat tulis, dan kertas untuk catatan yang menumpuk rapi di atas meja. Mbah khozin tidur beralaskan sajadah, jika sedang tidak tidur, sajadah dilipat, ditaruh di pengimaman. Di pengimaman itu pula ada sampiran tempat Mbah Khozin me...

Biografi dari KH Zaini Mun'im

Membaca kisah para ulama sedikit banyak dapat menambah keyakinan kita. Hikmah yang dapat diambil dari para ulama semoga bisa membawa barokah. Artikel berikut ini tentang biografi KH Zaini Mun'im , seorang ulama besar dari Madura. KH. ZAINI MUN’IM dilahirkan pada tahun 1906 di Desa Galis Pamekasan Madura. Beliau putera pertama dari dua bersaudara dari pasangan KH. Abdul Mun’im dan Ny. Hj. Hamidah. Beliau (KH. ZAINI MUN’IM) nama kecilnya adalah Abdul Mughni. Pada tubuh beliau mengalir darah Ulama dan Bangsawan. Ayah beliau KH. Abdul Mun’im adalah putera Kiai Mudarik bin Kiai Ismail. Kiai Ismail adalah generasi kedua penerus Pondok Pesantren Kembang Kuning Pamekasan Madura. Beliau keponakan Kiai Mahalli Pendiri Pondok Pesantren Kembang Kuning. Kakek Kiai Ismail adalah Kiai Nuruddin Gunung Tinggi Pakong, beliau (dari jalur Kiai Batu Ampar Wetan) adalah keturunan Bendoro Saud alias Temenggung Tirtonegoro, Adipati Sumenep yang juga keturunan Pangeran Ketandur atau cucu dari Su...